***
Memandangmu dalam diamku
Itu saja aku bahagia
Izinkanku, untuk slalu menikmati indah wajahmu
Walau, ku tau, kita tak mungkin bersama
****
Anak SMA tanpa koflik-konflik remaja ga bakal
afdol. Tanpa kita semua sadari, jika masalah itu slalu ada. Entah karena
dan dengan diri sendiri atau orang lain.
Ify Alinda, gadis yang tergolong biasa aja di SMA nya. Ga terkenal dan
ga pinter-pinter amat. Tapi ia sangat bersyukur atas itu. Sekarang, Ia
menduduki kelas 11 di salah satu SMA di kawasan jakarta.
Diapun begitu, lagi menikmati masa-masa 'indahnya' Putih abu-abu. Kadang
seneng kadang kesel kadang galau kadang sedih kadang juga nangis.
Siklus kehidupan umumnya lah.
Ia kini tengah memandang buku catatannya yang bersampul bangunan yang
menjulang tinggi, disertai beberapa parts yang mendukung gambar yang
simple itu menjadi indah. Ify seorang gadis yang sangat terobsesi sampai
ia mengoleksi barang-barang yang menjadi 'miniatur' impiannya. Ia
pengen jadi arsitek. Dan bertekad suatu saat nanti akan membangun gedung
yang tinggi dan semua orang bisa melihat betapa indahnya dunia dan
mereka bersyukur atas itu. Gaada salahnya orang bermimpi kan?
Ia membuka ke halaman pertama. Ada tulisan latin yang sangat indah
tertulis disana. Dengan tinta yang berwarna hitam dan hiasan garis-garis
merah yang ia padukan. Tangan Ify tergerak menyuri huruf-huruf
tersebut, seolah huruf tersebut memiliki tekstur yang lembut. Bibir
mungilnya tergerak untuk menyunggingkan seutas senyuman.
Afrio Rizky
****
Ia menginjakkan kakinya di bangunan sekolah dengan gaya modern. Sangat
luas. Menjadi murid yang sudah tidak di harapkan sekolah lama (re :
lulus) sangatlah ribet. Harus ini harus itu. Bawa ini bawa itu. Dan Hari
ini ia lagi ribetnya masa-masa pendaftaran.
Ia mengelilingi sudut-sudut bangunan sekolahnya bersama sang sahabat,
Sivia. Mereka masih memandang kagum apa yang di hadapan mereka.
"Fy, gaada cowoknya masa? Gue belum ketemu sama sekali." ucap Sivia
tiba-tiba dan mengakibatkan Ify menoleh dan secara reflek menoyor sang
sahabat.
"Gila loe." Respon Ify. "eh, tapi bener sih loe." sambungnya.
Dan kini gantian Sivia yang menoyornya. Ify hanya nyengir sambil garuk-garuk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.
"habis ini ada kakak kelas ganteng nyamperin kita trus bantu kita ya
jadi guide gitu deh. Lucu kali ya HAHAHA" sivia mulai berhayal.
"hayalan tingkat novel" komentar Ify dan membuat Sivia manyun.
"ify gaasyik"
Ify samar-samar mendengarkan ucapan Sivia. Tapi secara bersamaan ia
menemukan sosok yang membuat ia menghentikan aktivitasnya. Perlahan,
matanya seolah mendapat lem sehingga tidak bisa mengalihkan
pandangannya.
Semilir angin berhembus pun ify tidak menghiraukan. Matanya hanya
tertuju kepada satu titik. Ada objek ada subjek tapi tidak ada kata
kerja yang menerangkan mereka (atau ify dan sang objek?)
Ify merasakan ada guncanan pada tubuhnya dan tangannya ada yang menarik. Ah mengganggu saja.
"Fy! Fy! IFYYYYY!"
Dan suara sivia yang menggelegar itu membuyarkan lamunan Ify. Ify
berdecak kaget karena suara sivia tidak hanya menimbulkan efek pada
dirinya, tapi sekitar juga.
"apa vi?" decak ify sambil mengalihkan pandangannya.
"ish jadi gue ngomong ngalor-ngidul ga loe dengerin?"
"Loh. Emang loe ngomong apa? Kapan?"
Ganti Sivia yang berdecak sekarang.
"okey fine! Putus kalau loe ga cerita!"
Berteman selama 3 tahun di SMP nya membuat Sivia hafal di luar kepala
gerak-gerik Ify. Dan jika Ify ngelamun pasti ada sesuatu yang menyangkut
di otaknya. Ify juga bukan tipikal cewek yang langsung mengungkapkan
sesuatu tanpa di pancing. Walaupun dengan Sivia sahabat yang paling di
percayainya.
Mendengar ucapan Sivia, ify tersenyum simpul dan pandangannya mencari
objek yang ia tinggal sejenak. Untung, ia belum meninggalkan tempat. Ify
tau jika Sivia pasti mengikuti arah pandangnya.
"he is interesting, bro!" ucap Ify singkat dan kembali tersenyum.
Sivia mengangguk paham dan membulatkan mulutnya.
*****
Ify memasang sepasang headset di telinganya. Matanya terpejam dan
menyenderkan kepalanya di tembok pembatas koridor dengan kelas. Lagu
dari Maudy Ayunda yang berjudul Biarku simpan rasa ini mengalun
menemaninya.
Getaran di hapenya pun membuat matanya langsung terbuka. Ia membuka
hapenya dan melihat ada satu pesan dari sang sahabat, siapa lagi kalau
bukan Sivia.
Ke kantin yok! Gue ke kelas lo skg yapss:*
Ify dengan cepat mengetik beberapa kata dalam smsnya itu.
Ye. Cptye! Gue d dpn kls kok qaqa.
Lagu maudy masih terus mengalun di telinga Ify. Hingga akhirnya
kehadiran Sivia merusak indahnya alunan melodi di telinga Ify. Mau tak
mau Ify harus mematikan playlistnya dan memasukkan kedalam saku hape dan
headsetnya.
"Fy. Gue udah tau nama cowok manis loe itu." ucap Sivia membuka percakapan.
"Loe kok tau? Siapa?"
"Afrio Rizky. Di panggil Rio." jawab Sivia dengan berbisik. Ia tak mau
jadi bulanan Ify gara-gara berbicara keras tentang privacy Ify. Pas SMP,
Sivia keceplosan dan seluruh geng Ify dan Sivia tau. Sivia langsung
jadi bogem mentah Ify ga di ajak ngomong sebulan, sampe akhirnya Sivia
ngasih permen karet kesukaan Ify se kresek gede.
"dia tadi sama Alvin. Ternyata sekelas gue langsung introgasi Alvin trus dapat deh namanya." sambung Sivia.
Ify hanya mengangguk-angguk dan tersenyum simple. "oke oke. Makasih yaa siviaaku"
Dalam hatinya mulai dari saat itu slalu menyebut dua kata dalam nama sang objek. Afrio rizky afrio rizky.
****
Sebulan dua bulan tiga bulan ify masih diam di tempat. Dan ia akan slalu
diam di tempat. Sivia sudah menasehatinya jika kapan ia akan menemukan
endingnya jika ia akan tetap di titik itu. Tapi ify slalu bilang jika
biarin dia seperti ini karena ia lebih senang dengan posisi seperti ini.
Mau apa dikata Sivia pun angkat tangan.
Mereka kini sedang berhadapan dengan makanan dan minuman masing-masing.
Mereka masih saja bungkam karena menikmati makanan masing-masing. Sampe
akhirnya Ify menanyakan sesuatu.
"Nyuk. Menurut loe, kalau loe kemana-mana itu slalu ketemu sama orang yang loe incer itu tandanya apa?"
Sivia menelan kunyahannya terakhir. "Oh itu. Jodoh kali tapi gatau sih takdir tuhan. Bisa aja cuma kebetulan. Si rio ya?"
Ify mengangguk. Lalu ia menoleh ke kiri dan...... Pas. Disitu ada sosok
Rio yang baru berolah raga dan keringat di dahinya bercucuran.
"nahkan! Liat arah jarum jam 3." pintah Ify kepada sivia.
Sivia menuruti arah pandang Ify. Dan memang benar disitu ada sosok Rio.
"apapun yang loe rasain, entah kemanapun loe slalu liat dia atau apapun
lah, itu ga akan buat loe nemu ending sama dia. Loe ga mulai, dia juga.
Kalian kenal pun nggak kan? Jadi mulai sekarang loe mikir, loe tetep
disini cuma liatin dia yang lagi minum atau loe samperin kalian
kenalan." ucap Sivia.
Ify pun terdiam dan memikirkan apa yang di ungkapkan Sivia.
***
Ify membuyarkan lamunannya dan kembali menatap ukiran pena nama rio disana.
Dari kisah itu dimulai hingga sekarang ia masih tetap berdiri di titik
yang sama. Tak ada kata kerja tercipta di antara subjek dan objek. Hanya
memandanglah yang di lakukan sang subjek. Dan, ia sangat menikmati itu
semua. Sampai-sampai ia tak terasa jika waktu berjalan sangatlah cepat,
sudah setahun saja ia bertahan sebagai status ‘penonton’.
Ify masih menyusuri garis-garis nama itu dengan jarinya. Masih terukir
di bukunya tentu juga di hatinya. Taman sekolah yang perlahan sepi
karena bel pulang sudah berbunyi hampir 15 menit yang lalu.
Afrio Rizky. Aku izin untuk slalu diam disini mengenalmu. Slalu
menyukai apa yang ada pada dirimu. Aku tidak mengerti kenapa bisa
seperti itu, tanpa alasan tertulis. Intinya, aku sangat menikmati apapun
yang berhubungan dengan dirimu.
Salam kenal dari sini untukmu dariku.
Ify menutup bukunya itu lalu bangkit. Buku-bukunya segera ia masukan ke
dalam tas. Kemudian ia berlalu meninggalkan bangku putih tersebut.
Baru berjalan beberapa langkah, salah satu bukunya terjatuh. Reflek ia
langsung mengambil bukunya. Lalu bertepatan dengan ia bangkit, ternyata
dua orang cowok berjalan dengan canda tawa.
Seorang cowok tinggi, berkulit sawo matang, yang mempunyai pesona
tersendiri sehingga dari awal Ify melihatnya tak bisa mengalihkan
pandangannya. Ify selalu menyukai dia apapun yang ia lakukan. Apalagi,
saat melihatnya tersenyum. Sungguh manis.
‘setidaknya, hari ini aku sudah bisa menulis di bukuku jika aku
hari ini melihat senyummu lagi. Walaupun, kamu tak tersenyum karena dan
denganku. Terimakasih, Rio’
Ify melihat punggung Rio yang terus menjauh. Lalu, ia meninggalkan
tempat dengan berjalan berlawanan arah. Ia percaya, jika suatu saat
nanti dia di gariskan dengannya pasti akan bertemu. Walaupun, ia
berjalan 360 derajat berbeda dengan Rio, jika ia ditakdirkan pasti akan
ketemu. Karena Marcopollo sudah membuktikan dengan pelayarannya jika
bumi itu bulat.
***
Kritik dan saran sangat dibutuhkan. Gratis kok, jadi kasih saran dan kritiknya ya ^^ makasih
@Lyasavitri
lya-savitri@blogspot.com
No comments:
Post a Comment