Friday, October 4, 2013

Tak Ada Alasan (Cerpen)

***

Memandangmu dalam diamku
Itu saja aku bahagia
Izinkanku, untuk slalu menikmati indah wajahmu
Walau, ku tau, kita tak mungkin bersama


****


Anak SMA tanpa koflik-konflik remaja ga bakal afdol. Tanpa kita semua sadari, jika masalah itu slalu ada. Entah karena dan dengan diri sendiri atau orang lain.

Ify Alinda, gadis yang tergolong biasa aja di SMA nya. Ga terkenal dan ga pinter-pinter amat. Tapi ia sangat bersyukur atas itu. Sekarang, Ia menduduki kelas 11 di salah satu SMA di kawasan jakarta.

Diapun begitu, lagi menikmati masa-masa 'indahnya' Putih abu-abu. Kadang seneng kadang kesel kadang galau kadang sedih kadang juga nangis. Siklus kehidupan umumnya lah.

Ia kini tengah memandang buku catatannya yang bersampul bangunan yang menjulang tinggi, disertai beberapa parts yang mendukung gambar yang simple itu menjadi indah. Ify seorang gadis yang sangat terobsesi sampai ia mengoleksi barang-barang yang menjadi 'miniatur' impiannya. Ia pengen jadi arsitek. Dan bertekad suatu saat nanti akan membangun gedung yang tinggi dan semua orang bisa melihat betapa indahnya dunia dan mereka bersyukur atas itu. Gaada salahnya orang bermimpi kan?


Ia membuka ke halaman pertama. Ada tulisan latin yang sangat indah tertulis disana. Dengan tinta yang berwarna hitam dan hiasan garis-garis merah yang ia padukan. Tangan Ify tergerak menyuri huruf-huruf tersebut, seolah huruf tersebut memiliki tekstur yang lembut. Bibir mungilnya tergerak untuk menyunggingkan seutas senyuman.

Afrio Rizky



****



Ia menginjakkan kakinya di bangunan sekolah dengan gaya modern. Sangat luas. Menjadi murid yang sudah tidak di harapkan sekolah lama (re : lulus) sangatlah ribet. Harus ini harus itu. Bawa ini bawa itu. Dan Hari ini ia lagi ribetnya masa-masa pendaftaran.

Ia mengelilingi sudut-sudut bangunan sekolahnya bersama sang sahabat, Sivia. Mereka masih memandang kagum apa yang di hadapan mereka.

"Fy, gaada cowoknya masa? Gue belum ketemu sama sekali." ucap Sivia tiba-tiba dan mengakibatkan Ify menoleh dan secara reflek menoyor sang sahabat.

"Gila loe." Respon Ify. "eh, tapi bener sih loe." sambungnya.

Dan kini gantian Sivia yang menoyornya. Ify hanya nyengir sambil garuk-garuk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

"habis ini ada kakak kelas ganteng nyamperin kita trus bantu kita ya jadi guide gitu deh. Lucu kali ya HAHAHA" sivia mulai berhayal.

"hayalan tingkat novel" komentar Ify dan membuat Sivia manyun.

"ify gaasyik"

Ify samar-samar mendengarkan ucapan Sivia. Tapi secara bersamaan ia menemukan sosok yang membuat ia menghentikan aktivitasnya. Perlahan, matanya seolah mendapat lem sehingga tidak bisa mengalihkan pandangannya.

Semilir angin berhembus pun ify tidak menghiraukan. Matanya hanya tertuju kepada satu titik. Ada objek ada subjek tapi tidak ada kata kerja yang menerangkan mereka (atau ify dan sang objek?)

Ify merasakan ada guncanan pada tubuhnya dan tangannya ada yang menarik. Ah mengganggu saja.

"Fy! Fy! IFYYYYY!"

Dan suara sivia yang menggelegar itu membuyarkan lamunan Ify. Ify berdecak kaget karena suara sivia tidak hanya menimbulkan efek pada dirinya, tapi sekitar juga.

"apa vi?" decak ify sambil mengalihkan pandangannya.

"ish jadi gue ngomong ngalor-ngidul ga loe dengerin?"

"Loh. Emang loe ngomong apa? Kapan?"

Ganti Sivia yang berdecak sekarang.

"okey fine! Putus kalau loe ga cerita!"

Berteman selama 3 tahun di SMP nya membuat Sivia hafal di luar kepala gerak-gerik Ify. Dan jika Ify ngelamun pasti ada sesuatu yang menyangkut di otaknya. Ify juga bukan tipikal cewek yang langsung mengungkapkan sesuatu tanpa di pancing. Walaupun dengan Sivia sahabat yang paling di percayainya.

Mendengar ucapan Sivia, ify tersenyum simpul dan pandangannya mencari objek yang ia tinggal sejenak. Untung, ia belum meninggalkan tempat. Ify tau jika Sivia pasti mengikuti arah pandangnya.

"he is interesting, bro!" ucap Ify singkat dan kembali tersenyum.

Sivia mengangguk paham dan membulatkan mulutnya.



*****



Ify memasang sepasang headset di telinganya. Matanya terpejam dan menyenderkan kepalanya di tembok pembatas koridor dengan kelas. Lagu dari Maudy Ayunda yang berjudul Biarku simpan rasa ini mengalun menemaninya.

Getaran di hapenya pun membuat matanya langsung terbuka. Ia membuka hapenya dan melihat ada satu pesan dari sang sahabat, siapa lagi kalau bukan Sivia.

Ke kantin yok! Gue ke kelas lo skg yapss:*

Ify dengan cepat mengetik beberapa kata dalam smsnya itu.

Ye. Cptye! Gue d dpn kls kok qaqa.

Lagu maudy masih terus mengalun di telinga Ify. Hingga akhirnya kehadiran Sivia merusak indahnya alunan melodi di telinga Ify. Mau tak mau Ify harus mematikan playlistnya dan memasukkan kedalam saku hape dan headsetnya.

"Fy. Gue udah tau nama cowok manis loe itu." ucap Sivia membuka percakapan.

"Loe kok tau? Siapa?"

"Afrio Rizky. Di panggil Rio." jawab Sivia dengan berbisik. Ia tak mau jadi bulanan Ify gara-gara berbicara keras tentang privacy Ify. Pas SMP, Sivia keceplosan dan seluruh geng Ify dan Sivia tau. Sivia langsung jadi bogem mentah Ify ga di ajak ngomong sebulan, sampe akhirnya Sivia ngasih permen karet kesukaan Ify se kresek gede.

"dia tadi sama Alvin. Ternyata sekelas gue langsung introgasi Alvin trus dapat deh namanya." sambung Sivia.

Ify hanya mengangguk-angguk dan tersenyum simple. "oke oke. Makasih yaa siviaaku"

Dalam hatinya mulai dari saat itu slalu menyebut dua kata dalam nama sang objek. Afrio rizky afrio rizky.


****


Sebulan dua bulan tiga bulan ify masih diam di tempat. Dan ia akan slalu diam di tempat. Sivia sudah menasehatinya jika kapan ia akan menemukan endingnya jika ia akan tetap di titik itu. Tapi ify slalu bilang jika biarin dia seperti ini karena ia lebih senang dengan posisi seperti ini. Mau apa dikata Sivia pun angkat tangan.

Mereka kini sedang berhadapan dengan makanan dan minuman masing-masing. Mereka masih saja bungkam karena menikmati makanan masing-masing. Sampe akhirnya Ify menanyakan sesuatu.

"Nyuk. Menurut loe, kalau loe kemana-mana itu slalu ketemu sama orang yang loe incer itu tandanya apa?"

Sivia menelan kunyahannya terakhir. "Oh itu. Jodoh kali tapi gatau sih takdir tuhan. Bisa aja cuma kebetulan. Si rio ya?"

Ify mengangguk. Lalu ia menoleh ke kiri dan...... Pas. Disitu ada sosok Rio yang baru berolah raga dan keringat di dahinya bercucuran.

"nahkan! Liat arah jarum jam 3." pintah Ify kepada sivia.

Sivia menuruti arah pandang Ify. Dan memang benar disitu ada sosok Rio.

"apapun yang loe rasain, entah kemanapun loe slalu liat dia atau apapun lah, itu ga akan buat loe nemu ending sama dia. Loe ga mulai, dia juga. Kalian kenal pun nggak kan? Jadi mulai sekarang loe mikir, loe tetep disini cuma liatin dia yang lagi minum atau loe samperin kalian kenalan." ucap Sivia.

Ify pun terdiam dan memikirkan apa yang di ungkapkan Sivia.


***


Ify membuyarkan lamunannya dan kembali menatap ukiran pena nama rio disana.

Dari kisah itu dimulai hingga sekarang ia masih tetap berdiri di titik yang sama. Tak ada kata kerja tercipta di antara subjek dan objek. Hanya memandanglah yang di lakukan sang subjek. Dan, ia sangat menikmati itu semua. Sampai-sampai ia tak terasa jika waktu berjalan sangatlah cepat, sudah setahun saja ia bertahan sebagai status ‘penonton’.

Ify masih menyusuri garis-garis nama itu dengan jarinya. Masih terukir di bukunya tentu juga di hatinya. Taman sekolah yang perlahan sepi karena bel pulang sudah berbunyi hampir 15 menit yang lalu.

Afrio Rizky. Aku izin untuk slalu diam disini mengenalmu. Slalu menyukai apa yang ada pada dirimu. Aku tidak mengerti kenapa bisa seperti itu, tanpa alasan tertulis. Intinya, aku sangat menikmati apapun yang berhubungan dengan dirimu.

Salam kenal dari sini untukmu dariku.
Ify menutup bukunya itu lalu bangkit. Buku-bukunya segera ia masukan ke dalam tas. Kemudian ia berlalu meninggalkan bangku putih tersebut.

Baru berjalan beberapa langkah, salah satu bukunya terjatuh. Reflek ia langsung mengambil bukunya. Lalu bertepatan dengan ia bangkit, ternyata dua orang cowok berjalan dengan canda tawa.

Seorang cowok tinggi, berkulit sawo matang, yang mempunyai pesona tersendiri sehingga dari awal Ify melihatnya tak bisa mengalihkan pandangannya. Ify selalu menyukai dia apapun yang ia lakukan. Apalagi, saat melihatnya tersenyum. Sungguh manis.
‘setidaknya, hari ini aku sudah bisa menulis di bukuku jika aku hari ini melihat senyummu lagi. Walaupun, kamu tak tersenyum karena dan denganku. Terimakasih, Rio’
Ify melihat punggung Rio yang terus menjauh. Lalu, ia meninggalkan tempat dengan berjalan berlawanan arah. Ia percaya, jika suatu saat nanti dia di gariskan dengannya pasti akan bertemu. Walaupun, ia berjalan 360 derajat berbeda dengan Rio, jika ia ditakdirkan pasti akan ketemu. Karena Marcopollo sudah membuktikan dengan pelayarannya jika bumi itu bulat.

***

Kritik dan saran sangat dibutuhkan. Gratis kok, jadi kasih saran dan kritiknya ya ^^ makasih


@Lyasavitri

lya-savitri@blogspot.com

No comments:

Post a Comment